SELAMAT DATANG

DI PUSAT INFORMASI DAN KEGIATAN

ALUMNI PONPES SABILUL JANNAH

TIMBULUN

Cari Blog Ini

Minggu, 21 Agustus 2011

Bahan Makalah : Prasangka dan Deskriminasi

Prasangka dan deskriminasi
a.      Pengertian prasangka dan konflik
Prasangka merupakan evaluasi kolompok atau seseorang yang mendasarkani diri pada keanggotaan dimana seseorang tersebut menjadi anggotanya.
Prasangka juga merupakan evaluasi negative terhadap out group dan fenomena yang hanya bias ditemui dalam kehidupan social. Munculnya prasangka merupakan akibat dariadanya kontak-kontak social antaran berbagai individu didalam masyarakat. Seseorang tidak mungkin berprasangka bila tidak pernah mengalami kontak social dengan individulain.akan tetapi prasangka tidak semata-mata dimunculkan oleh factor social
Prasangka (prejudice) adalah sebuah sikap (biasanya negatif) terhadap anggota kelompok tertentu, semata berdasarkan keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut (Baron & Byrne, 2003). Sementara itu.
Definisi klasik prasangka pertama kali diperkenalkan oleh psikolog dari Universitas Harvard, Gordon Allport, yang menulis konsep itu dalam bukunya, The Nature of Prejudice in 1954. Istilah itu berasal dari kata praejudicium, yakni pernyataan atau kesimpulan tentang sesuatu berdasarkan perasaan atau pengalaman yang dangkal terhadap seseorang atau sekelompok orang tertentu.

Lanjut Allport, “Prasangka adalah antipati berdasarkan generalisasi yang salah atau generalisasi yang tidak luwes. Antipati itu dapat dirasakan atau dinyatakan. Antipati bisa langsung ditujukan kepada kelompok atau individu dari kelompok tertentu. “Kata kunci dari definisi Allport adalah”antipati”, yang oleh Webster’s Dictionary disebut sebagai “perasaan negatif”. Allport memang sangat menekankan bahwa antipati bukan sekedar antipati pribadi, melainkan antipati kelompok.
Pengertian prasangka menurut para ahli:
1.         Johnson (1986) mengatakan, prasangka adalah sikap positif atau negatif berdasarkan keyakinan stereotip kita tentang anggota atau kelompok tertentu. Seperti halnya sikap, prasangka meliputi keyakinan untuk mengambarkan jenis pembedaan terhadap orang lain sesuai dengan peringkat nilai yang kita berikan. Prasangka yang berbasis ras kita sebut rasisme, sedangkan yang berdasarkan etnik kita sebut etnisisme.
2.         Menurut Jones (1986), prasangka adalah sikap antipati yang berlandaskan pada cara mengeneralisasi yang salah dan tidak fleksibel. Kesalahan itu mungkin saja diungkapkan secara langsung kepada orang yang menjadi anggota kelompok tertentu. Prasangka merupakan sikap negatif yang diarahkan kepada seseorang atas dasar perbandingan dengan kelompok sendiri.
3.         Daft (1999) memberikan definisi prasangka lebih spesifik yakni kecenderungan untuk menilai secara negatif orang yang memiliki perbedaan dari umumnya orang dalam hal seksualitas, ras, etnik, atau yang memiliki kekurangan kemampuan fisik.
4.         Soekanto (1993) dalam ‘Kamus Sosiologi’ menyebutkan pula adanya prasangka kelas, yakni sikap-sikap diskriminatif terselubung terhadap gagasan atau perilaku kelas tertentu

5.         Effendy (1981), sebagaimana dikutip Liliweri (2001), mengemukakan bahwa prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan berat bagi kegiatan komunikasi, karena orang yang berprasangka belum apa- apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang melancarkan komunikasi.
Dalam prasangka, emosi memaksa kita untuk menarik kesimpulan atas dasar syakwasangka, tanpa menggunakan pikiran dan pandangan kita terhadap fakta yang nyata. Karena itu, sekali prasangka itu sudah mencekam, orang tidak akan dapat berpikir objektif, dan segala apa yang dilihatnya selalu akan dinilai secara negatif.
Dari beberapa pengertian di atas, kita dapat menyatakan bahwa prasangka mengandung sikap, pikiran, keyakinan, kepercayaan, dan bukan tindakan. Jadi, prasangka tetap ada di pikiran.
Deskriminasi adalah pembedaan orang atau mengabaikan orang berdasarkan prasangka.
Deskriminasi adalah  diskriminasi (discrimination) adalah wujud dari prasangka itu dalam tingkah laku atau aksi negatif terhadap kelompok yang menjadi sasaran prasangka. diskriminasi mengarah ketindakan sistematis. Kalau prasangka berubah menjadi tindakan nyata, ia berubah menjadi diskriminasi, yakni tindakan menyingkirkan status dan peran sekelompok orang dari hubungan, pergaulan, seta komunikasi antar manusia.
Prasangka merupakan sebuah tipe khusus dari sikap yang cenderung kearah negatif sehingga konsekuensinya:
  1. Berfungsi sebagai skema (kerangka pikir kognitif untuk mengorganisasi, menginterpretasi dan mengambil informasi) yang mempengaruhi cara memproses informasi.
  2. Melibatkan keyakinan dan perasaan negatif terhadap orang yang menjadi anggota kelompok sasaran prasangka.
                 
b.      Sumber-sumber prasangka dan usaha untuk mengatasi prasangka
Menurut Zastrow (1989) mengemukakan bahwa prasangka bersumber dari :
(1).  proyeksi (upaya mempertahankan ciri kelompok etnik/ras secara berlebihan);
 (2).  frustasi, agresi, kekecewaan yang mengarah pada sikap menentang;
(3).  ketidaksamaan dan kerendahdirian;
(4).  kesewenang-wenangan;
(5).  alasan historis;
(6).  persaingan yang tidak sehat dan menjerumus kedalam eksploitasi; (7).  cara-cara sosialisasi yang berlebihan; dan
(8).  cara memandang kelompok lain dengan pandangan sinis.



Sejak lama, sosiolog Robert K. Merton (1949, 1976) meneliti tentang prasangka dan kriminalitas. Ia pernah mengemukakan hasil penelitian tentang hubungan antara sikap dan prilaku negatif yang diarahkan kepada sekelompok orang. Ia lalu menemukan empat kategori tipe manusia:
(1) orang yang tidak berprasangka dan tidak diskriminatif;
(2) orang yang tidak berprasangka namun diskriminatif;
(3) orang yang berprasangka namun tidak diskriminatif; dan
(4) orang yang berprasangka dan diskriminatif.
sumber prasangka dibagi atas 5 bagian, yaitu :
  1. Konflik langsung antar kelompok. Berdasarkan Teori Konflik Realistik (Realistic Conflict Theory) di mana prasangka muncul karena kompetisi antar kelompok social untuk memperoleh kesempatan atau komoditas yang berharga yang berkembang menjadi rasa kebencian, prasangka dan dasar emosi.
  2. Pengalaman awal. Berdasarkan Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory), prasangka dipelajari dan dikembangkan dengan cara yang sama serta melalui mekanisme dasar yang sama, seperti sikap yang lain yakni melalui pengalaman langsung dan observasi/vicarious. 3.
  3. Kategorisasi Sosial, yakni kecenderungan untuk membuat kategori social yang membedakan antara in-group—“kita”—dengan out-group—“mereka”. Kategori social ini menjadi prasangka, dapat dijawab berdasarkan Teori Identitas Sosial (Identitty Theory) dari Tajfel.
  4. Stereotip—kerangka berpikir kognitif yang terdiri dari pengetahuan dan keyakinan tentang kelompok social tertentu dan traits tertentu yang mungkin dimiliki oleh orang yang menjadi anggota kelompok-kelompok ini. Ketika sebuah stereotip diaktifkan, trait-trait ini lah yang dipikirkan. Stereotip mempengaruhi pemprosesan informasi social (diproses lebih cepat dan lebih mudah diingat), sehingga mengakibatkan terjadinya seleksi pada informasi—informasi yang konsisten terhadap stereotip akan diproses sementara yang tidak sesuai stereotip akan ditolak atau diubah agar konsisten dengan stereorip.
Jhonson (1986) mengemukakan, prasangka itu di sebabkan oleh:
(1) menggambarkan perbedaan antar kelompok;
(2) nilai-nilai budaya yang dimiliki kelompok mayoritas sangat menguasai  kelompok etnik dan ras yang merasa superior sehingga menjadikan etnik atau ras lain inferior.
Pemyebab terjadinya  prasangka:
    1. Etnosetrisme yaitu kesukuan / rasial(ras)
    2. Stereotip yaitu pelaberan(penamaan) terhadap seseorang pada seseorang atau kelompok yang belum tentu benar.
Sebab-sebab timbulnya prasangka dan diskriminasi :
1. berlatar belakang sejarah
2. dilatar-belakangi oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional
      3. bersumber dari factor kepribadian
Usaha-usaha mengurangi/menghilangkan prasangka dan diskriminai adalah sebagai berikut:
1.  Perbaikan kondisi sosial ekonomi
2.  Perluasan kesempatan belajar
3.  Sikap terbuka dan sikap lapang
c.       Dampak prasangka terhadap perilaku social
         Pengertian prasangka social menurut para ahli antara lain sebagaiberikut:
a.       Menurut Sears et all, (1985) prasangka sosial adalah penilaian terhadap kelompok atau seorang individu yang terutama didasarkan pada keanggotaan kelompok tersebut, artinya prasangka sosial ditujukan pada orang atau kelompok orang yang berbeda dengannya atau kelompoknya.
b.       Prasangka sosial menurut Papalia dan Sally, (1985) adalah sikap negatif yang ditujukan pada orang lain yang berbeda dengan kelompoknya tanpa adanya alasan yang mendasar pada pribadi orang tersebut.
c.        Allport, (dalam Zanden, 1984) menguraikan bahwa prasangka sosial merupakan suatu sikap yang membenci kelompok lain tanpa adanya alasan yang obyektif untuk membenci kelompok tersebut.
d.       Kossen, (1986) menguraikan bahwa prasangka sosial merupakan gejala yang interen yang meminta tindakan prahukum, atau membuat keputusan-keputusan berdasarkan bukti yang tidak cukup.
Dari uraian tersebut di atas dapat disarikan bahwa prasangka sosial merupakan sikap yang ataupun perasaan-perasaan negatif yang ditujukan kepada orang lain atau kelompok orang lain yang menjadi obyek prasangka tersebut. Prasangka sosial akan mempengaruhi tindakan seseorang dalam berbagai hal dan prasangka sosial biasanya merupakan penilaian yang tidak obyektif, dengan kata lain didasarkan pada penilaian yang tergesa-gesa.
Prasangka sosial berkaitan erat dengan komponen-komponen sikap yakni komponen kognitif, afektif, konatif. Prasangka sosial erat kaitannya dengan perasaan subyektif seseorang yang ditujukan pada orang lain atau kelompok tertentu.
Dampak Prasangka Sosial menurut para ahli:
1.         Prasangka sosial menurut Rose, (dalam Gerungan, 1981) dapat merugikan masyarakat secara dan umum dan organisasi khususnya. Hal ini terjadi karena prasangka sosial dapat menghambat perkembangan potensi individu secara maksimal.
2.          Steplan et all, (1978) menguraikan bahwa prasangka sosial tidak saja mempengaruhi perilaku orang dewasa tetapi juga anak-anak sehingga dapat membatasi kesempatan mereka berkembang menjadi orang yang memiliki toleransi terhadap kelompok sasaran misalnya kelompok minoritas.
3.         Rosenbreg dan Simmons, (1971) juga menguraikan bahwa prasangka sosial akan menjadikan kelompok individu tertentu dengan kelompok individu lain berbeda kedudukannya dan menjadikan mereka tidak mau bergabung atau bersosialisasi. Apabila hal ini terjadi dalam organisasi atau perusahaan akan merusak kerjasama.
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian tentang dampak prasangka sosial di atas adalah bahwa dengan adanya prasangka sosial akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang dalam berbagai situasi. Prasangka sosial dapat menjadikan seseorang atau kelompok tertentu tidak mau bergabung atau bersosialisasi dengan kelompok lain. Apabila kondisi tersebut terdapat dalam organisasi akan mengganggu kejasama yang baik sehingga upaya pencapaian tujuan organisasi kurang dapat terealisir dengan baik.

d.      Prasangka dan deskriminasi     
Prasangka adalah sikap (biasanya negatif) kepada anggota kelompok tertentu yang semata-mata didasarkan pada keanggotaan mereka dalam kelompok (Baron & Byrne, 1991). Misalnya karena pelaku pemboman di Bali adalah orang Islam yang berjanggut lebat, maka seluruh orang Islam, terutama yang berjanggut lebat, dicurigai memiliki tekad buruk untuk menteror.
Perasaan yang umumnya terkandung dalam prasangka adalah perasaan negatif atau tidak suka bahkan kadangkala cenderung benci. Kecenderungan tindakan yang menyertai prasangka biasanya keinginan untuk melakukan diskriminasi, melakukan pelecehan verbal seperti menggunjing, dan berbagai tindakan negatif lainnya.

Menurut Poortinga (1990) prasangka memiliki tiga faktor utama yakni stereotip, jarak sosial, dan sikap diskriminasi. Ketiga faktor itu tidak terpisahkan dalam prasangka. Stereotip memunculkan prasangka, lalu karena prasangka maka terjadi jarak sosial, dan setiap orang yang berprasangka cenderung melakukan diskriminasi.
Sementara itu Sears, Freedman & Peplau (1999) menggolongkan prasangka, stereotip dan diskriminasi sebagai komponen dari antagonisme kelompok, yaitu suatu bentuk oposan terhadap kelompok lain. Stereotip adalah komponen kognitif dimana kita memiliki keyakinan akan suatu kelompok.
Pada umumnya prasangka terlahir dalam kondisi dimana jarak sosial yang ada diantara berbagai kelompok cukup rendah. Apabila dua etnis dalam suatu wilayah tidak berbaur secara akrab, maka kemungkinan terdapat prasangka dalam wilayah tersebut cukup besar. Sebaliknya prasangka juga melahirkan adanya jarak sosial. Semakin besar prasangka yang timbul maka semakin besar jarak sosial yang terjadi. Jadi antara prasangka dan jarak sosial terjadi lingkaran setan.

Diskriminasi

Diskriminasi adalah perilaku menerima atau menolak seseorang semata-mata berdasarkan keanggotaannya dalam kelompok (Sears, Freedman & Peplau,1999). Misalnya banyak perusahaan yang menolak mempekerjakan karyawan dari etnik tertentu.
 
Diskriminasi bisa terjadi tanpa adanya prasangka dan sebaliknya seseorang yang berprasangka juga belum tentu akan mendiskriminasikan (Duffy & Wong, 1996). Akan tetapi selalu terjadi kecenderungan kuat prasangka melahirkan diskriminasi. Prasangka menjadi sebab diskriminasi manakala digunakan sebagai rasionalisasi diskriminasi. Artinya prasangka yang dimiliki terhadap kelompok tertentu menjadi alasan untuk mendiskriminasikan kelompok tersebut.

Prasangka menunjukkan pada aspek sikap sedangkan diskriminasi pada
Tindakan.Dengan demikian diskriminatif merupakan tindakan yang relaistis, sedangkan prsangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh diri individu
masing-masing.
 Diskriminasi menunjukkan pada suatu tindakan. Dalam pergaulan sehari-hari sikap prasangka dan diskriminasi seolah-olah menyatu, tak dapat dipisahkan.Seseorang yang mempunyai prasangka rasial, biasanya bertindak
diskriminasi terhadap ras yang diprasangkainya.
.           Demikian juga sebaliknya seseorang yang berprasangka dapat saja bertindak tidak diskriminatif.
Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam
masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk
membeda-bedakan yang lain.
Sedangkan diskriminasi menurut Theodorson & Theodorson, diskriminasi adalah ketidak seimbangan atau ketidak adilan yang ditujukan oleh orang atau kelompok lain yang biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras, kesuku bangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial.
Diskriminasi bersifat aktif dari prasangka yang bersifat negatif (negative prejudice) terhadap seorang individu atau suatu kelompok.

e.       Deskriminasi dalam prspektif social
        Dalam penerapan  prespektif pastilah terdapat penjelasan dari masing-masing preppektif tersebut antara lain: 
  1. Radikal
Munculnya kelompok minoritas dan adanya diskriminasi muncul dari
pemahaman liberal klasik dan modern. Radikal mennginginkan adanya revolusi agar nantinya individu-individu harus memiliki asset-aset Negara secara merata. Dalam pandangan radikal, peran pasar dalam sebuah Negara tidaklah dapat berfungsi sebagaimana mestinya, karena jika diciptakan pasar justru akan menimbulkan ketidak adilan, kecurangan, dan akan membuat rancu.
  1. Liberal Klasik
Salah satu penghapusan minoritas dan dikriminasi yaitu melalui diberikannya perbedan pada inividu baik itu dari pemerintahan dan agama.
  1.  Konservatif
Konservatif muncul dari para kelompok yang tersisih. Diskriminasi harus
dihapuskan dan minoritas adalah sebuah bentuk tindakan yang tidak baik.

  1. Liberal Modern
Liberalisme Modern tidak mengubah hal-hal yang mendasar atau secara fundamental seperti apa yang diharapkan dari pandangn radikal, akan tetapi liberal modern hanya mengubah hal-hal lainnya atau dengan kata lain, nilaiintinyanya(core values) tidak berubah hanya ada tambahan-tanbahan saja dalam versi yang baru.
Secara umu pandangan liberal modern tidak dapat dipisahkan dari liberalism klasik, karena di dalam liberal modern masih terdapat pandangan untuk tetap menghargai hak- hak individu dimasyarakat.
Hampir sama dengan penerapan liberal klasik, bahwa harus adanya
penghormatan atas hak milik indiividu, akan tetapi liberal modern lebih menekankan peran negara sebagai kontrol akan tetapi menghindari tatanan yang hierarki.







Daftarpustaka
Bimo walgito, psikologi Social.ANDI Yokyakarta, 2002
Abu ahmad, Psikoogi Sosial, Rineka Cipta. Jakarta 2002
Jacubus Ranjabar, Psikologi Sosial, Ghaliah Indonesia, Bandung 2006
Liliweri, Alo. 2005. Prasangka dan Konflik. Yogyakarta: LKIS
Anonymous.2010.Diskriminasi.(Online).(file:///E:/diskriminasi/Diskriminasi.htm. Diakses 26 Mei 2010).



Makalah Psikologi Sosial : Gender


Review
PSIKOLOGI SOSIAL
Tentang
GENDER

















Oleh

Suci arnella
209.035


Dosen Pembimbing:

Dra. Wanda Fitri,M.si





JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM (BKI-C)
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
2009 M/1430 H

GENDER
  1. Pengertian Gender
Kata gender berasal dari bahasa inggris bearti “ jenis kelamin” dalam webster’s new world dictionary, gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.
Gender adalah sebuah konsep yang dijadikan parameter dalam pengidentifikasian peran laki-laki dan perempuan yang didasarkan pada pengaruh social  budaya masyarakat (social contruction) dengan tidak melihat jenis biologis secara equality dan menjadikannya sebagai alat pendiskriminasian salah satu pihak karena pertimbangan yang sifatnya biologis
Gender diartikan sebagai perbedaan yang Nampak antara lelaki-laki dan perempuan dilihat dari segi dan tingkah laku didalam women’s studies encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep cultural yang berupaya membuat pembedaan dalam hal peran , perilaku, mentaitas, dan karekteristik emosionalantara lelaki-laki dan perempuan yang berkembang daam masyarakat.
Pengertian gender secara terminologis cukup banyak ditemukan oleh para feminis dan pemerhati perempuan . Julia Cloves Musse dalam bukunya Half the World, Half a Chance mendefinisikan gender sebagai sebuah peringkat peran yang bias diibaratkan dengan konstum dan topeng pada sebuah acara pertunjukan  agar orang lain bias mengidentifikasikan bahwa kita adalah feminism atau maskulin.          
Dalam kehidupan sehari-hari kata gender mengalami berbagai penafsiran dan tanggapan yang sering kurang tepat. Pemahaman mengenai gender menjadi sesuatu yang sangat penting artinya bagi semua kalangan, baik dalam pemerintahan, swasta, masyarakat maupun keluarga. Melalui pemahaman yang benar mengenai gender diharapkan secara bertahap diskriminasi perlakuan terhadap perempuan dapat diperkecil sehingga perempuan dapat memanfaatkan kesempatan dan peluang yang diberikan untuk berperan lebih besar dalam berbagai aspek kehidupan.
Beberapa pengertian gender menurut para ahli :
*      zaitunah subhan mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan gender adalah  konsep analisis yang dipergunakan untuk menjelaskan sesuatu yang didasarkan pada pembedaan laki-laki dan perempuan karena kontruksi social budaya.
*      Nasaruddin  Umar bahwa gender adalah konsep kultural yang digunakan untuk member identifikasi perbedaan dalam hal peran, prilaku dan lain-lainantara lelaki-laki dan perempuan yang berkembang didalam masyarakat yang didasarkan pada rekayasa sosial   
*      H. T. Wilson dalam Sex and Gender mengartikan gender sebagai suatu dasar untuk menentukan pengaruh faktor budaya dan kehidupan kolektif dalam membedakan laki-laki dan perempuan.
*      Gender adalah atribut, tingkah laku, karakteristik kepribadian, dan harapan yang berhubungan dengan jenis kelamin biologis seseorang dalam budaya yang berlaku. (di paprkan dalam buku Robert A. Baron, 2002, h. 187)
*      Gender adalah segala sesuatu yang diasosiasikan dengan jenis kelamin seseorang, termasuk juga peran, tingkah laku, preferensi, dan atribut lainnya yang menerangkan kelaki-lakian atau kewanitaan di budaya tertentu (Baron&Byrne, 1979).
Istilah “gender” yang berasal dari bahasa Inggris yang di dalam kamus tidak secara jelas dibedakan pengertian kata sex dan gender. Untuk memahami konsep gender, perlu dibedakan antara kata sex dan kata gender.
Sex adalah perbedaan jenis kelamin secara biologis sedangkan gender perbedaan jenis kelamin berdasarkan konstruksi sosial atau konstruksi masyarakat1).
Gender  adalah pembagian peran kedudukan, dan tugas antara laki-laki dan perempuan ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan laki-laki yang dianggap pantas sesuai norma-norma, adat istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan masyarakat. Misal:
  • Perempuan melakukan pekerjaan rumah tangga, sedang laki-laki dianggap tidak pantas
  • Tugas utama laki-laki mengelola kebun, tugas perempuan ‘hanya membantu’
·         Kegiatan PKK dan program kesehatan keluarga, lebih pantas oleh perempuan        
Dalam buku Sex and Gender yang ditulis oleh Hilary M. Lips mengartikan Gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan. Misalnya; perempuan dikenal dengan lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri-ciri dari sifat itu merupakan sifat yang dapat dipertukarkan, misalnya ada laki-laki yang lemah lembut, ada perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain (Mansour Fakih 1999: 8-9).
Jender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan”. Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya.
b.      Gender Sebagai Aspek Krusial Identitas
Elemen identitas pribadi yang paling krusial adalah apakah kita menggolongkan diri kita sendiri  entah sebagai perempuan atau laki-laki. Kebanyakan dari kita dapat saja tidak meributkan identitas etnis atau kelas social atau apapun itu, tetapi amat jarang menemukan seseorang yang tidak yakin akan identitas jenis kelaminnya, apakah ia laki-laki atau perempuan
c.         Perbedaan jenis kelamin secara biologis
Kalau gender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial budaya, maka sex secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi. Demikian pula hendaknya kepada laki-laki, bahkan permainan anak ternyata telah diberikan kapling khusus antara laki-laki dan perempuan seperti bermain bola-bolaan yang cocok adalah anak laki-laki.
Istilah sex (dalam kamus bahasa Indonesia juga berarti “jenis kelamin”) lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek biologi seseorang, meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan karakteristik biologis lainnya. Sedangkan gender lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek sosial, budaya, psikologis, dan aspek-aspek non biologis lainnya.
Studi gender lebih menekankan pada aspek maskulinitas (masculinity) atau feminitas (femininity) seseorang. Berbeda dengan studi sex yang lebih menekankan kepada aspek anatomi biologi dan komposisi kimia dalam tubuh laki-laki (maleness) dan perempuan (femaleness).
Teori-Teori Gender
Ø  Teori Gender Expectations
Gender expectations atau pengharapan akan jender membawa kita untuk lebih memilih laki-laki untuk posisi otoritas dan meletakkan wanita pada peran sub-ordinat atau hanya sebagai pelengkap. Di dalam keluarga, kelompok dan organisasi sosial, pria mempunyai status yang lebih tinggi daripada wanita
Gender adalah pandangan masyarakat tentang perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial (yaitu kebiasaan yang tumbuh dan disepakati dalam masyarakat) dan dapat diubah sesuai perkembangan zaman. Sementara seks adalah perbedaan organ biologis antara laki-laki dan perempuan, terutama pada bagian-bagian reproduksi.
Gender bukan kodrat atau ketentuan Tuhan, sehingga gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai , ketentuan social dan budaya masyarakatnya. Seks merupakan kodrat Tuhan sehingga tidak dapat ditukar atau diubah.
Jenis Kelamin adalah perbedaan bentuk, sifat, dan fungsi biologi laki-laki Pemikiran tentang bagaimana memperlakukan jenis kelamin tertentu namun belum tentu sesuai dengan yang sesungguhnya. Misalnya: perempuan lemah, laki-laki kuat.
dan perempuan yang menentukan perbedaan peran mereka dalam menyelenggarakan upaya meneruskan garis keturunan. Perbedaan ini terjadi karena mereka memiliki alat-alat untuk meneruskan keturunan yang berbeda, yang disebut alat reproduksi. Alat reproduksi laki-laki dan perempuan hanya dapat berfungsi kalau dipadukan. Artinya alat reproduksi perempuan tidak bisa bekerja sendiri. Alat reproduksi laki-laki juga tidak bisa bekerja sendiri.
  • Alat reproduksi perempuan, yaitu: vagina, kandung telur, rahim, beserta fungsi hormon yang antara lain membantu mengeluarkan air susu ibu (ASI)
·         Alat reproduksi laki-laki yaitu penis, zakar, sperma, dan fungsi-fungsi hormon laki-laki yang melengkapi
Secara lebih jelas perbedaan gender dan seks/jenis kelamin dapat dilihat pada skema ini
a.      Jenis kelamin (seks)
*      Tidak dapat diubah
*      Tidak dapat dipertukarkan
*      Berlaku sepanjang zaman
*      Berlaku dimana saja
*      Merupakan kodrat Tuhan
*      Ciptaan Tuhan
b.      Gender
*      Dapat berubah
*      Dapat dipertukarkan
*      Tergantung waktu
*      Tergantung budaya setempat
*      Bukan merupakan kodrat Tuhan
*      Buatan manusia
Ø  Self Concept pada Laki-laki dan Perempuan
Anak tumbuh dalam masyarakat yang percaya bahwa laki-laki dan perempuan berbeda secara psikologis dan hal ini akan mendorong anak untuk mempersepsikan diri mereka dengan cara yang kongruen dengan model gender mereka.
Kebanyakan masyarakat memberikan sosialisasi yang berbeda, anak laki-laki diperlakukan secara berbeda dan didorong untuk terlibat dalam jenis kegiatan tertentu sedangkan anak perempuan didorong untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang berbeda dengan anak laki-laki. Keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan itu dan asosiasi terhadap reward memberikan alasan lain bagi perempuan untuk mempersepsikan dirinya berbeda dengan laki-laki dan hal ini menimbulkan harapan yang berbeda terhadap ideal selves laki-laki dan perempuan.
Ada banyak studi yang mempertanyakan tentang perbedaan self concept antara laki-laki dan perempuan dan diantaranya ditemukan bahwa perbedaan self concept di dalam kedua kelompok gender yaitu antara perempuan dan perempuan atau laki-laki dengan laki biasanya lebih besar daripada rata-rata perbedaan antara kedua kelompok gender yaitu antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan kepribadian antar perempuan dan antar laki-laki lebih besar daripada perbedaan antara laki-laki dan perempuan.
  1. Identitas gender dan stereotip berdasarkan gender
Seorang anak, sejak lahir sudah memiliki atribut dan identitas khusus yang disandang dalam masyarakat baik hal itu diperoleh karena didasarkan pada pengaruh natural/  biologis atau karena persepsi yang menjadi kesepakatan dalam masyarakat(consensus on siciaty). Bahkan Sachiko murata, berpendapat bahwa sebenarnya seorang laki-laki juga memiliki sifat-sifat feminism demikian pula perempuan telah mempunyai sifat-sifat maskulin.
     seseorang dikatakan laki-laki jika jiwanya telah didominasi oleh penyatuan antara feminism dan maskulin apapun jenisnya. Sewaktu seorang ibu melahirkan anaknya, maka pada saar itu juga anak tersebut sudah dapat diidentifikasi apakah ia laki-laki atau perempuan berdasarkan aksesoris biologisnya. Perangkat biologis yang membedakan antara laki-laki dan perempuan itu disebut dengan gender attribute(atribut gender), setelah anak tersebut diketahui atribut biologisnya, misalnya seorang anak yang mempunyai vagina, maka ia dianggap sebagai perempuan lalu ia diberi uniform(seragam) khususnya denagan motif dan model tertentu yang dianggap layak untuks dikenakan oleh perempuan sebagaimana layaknya teman perempuan yang lainnya.
 Berdasarkan stereotip seks ditinjau dari kebudayaan, dikatakan bahwa laki-laki dan perempuan secara psikologis berbeda dalam beberapa dimensi dan model yang disediakan oleh stereotip tersebut akan mendorong laki-laki dan perempuan untuk menggambarkan diri mereka secara berbeda. Sebuah penelitian menemukan bahwa anak belajar tentang stereotip seks sejak usia awal. Kebanyakan anak usia 5 tahun telah mempelajari beberapa komponen utama dari stereotip seks dan semakin meningkat selama usia awal sekolah hingga usia 11 tahun
  1. Peran jenis kelamin (sex role)Psychological Androginy
Kepercayaan normatif atau preskriptif mengenai sifat hubungan peran yang tepat antara perempuan dan laki-laki disebut sex-role ideology. Dalam masyarakat tradisional, laki-laki biasanya dipandang lebih dominan dan/atau lebih penting dibandingkan perempuan, sedangkan di masyarakat modern, seseorang melihat pergerakan lebih menuju pada hubungan yang lebih egaliter.
Mereka mengharapkan variasi menyeberangi negara dalam kepercayan yang umum maupun tipikal mengenai ketepatan variasi pelaksanaan sosial yang melibatkan perempuan dan laki-laki, seperti tanggung jawab dalam mengurus anak atau bekerja di luar rumah, dievaluasi sepanjang skala modern/tradisional. Tambahannya, sepertinya beralasan untuk mengharapkan bahwa terdapat variasi terukur pada sex-role ideology diantara banyak individu pada negara tertentu dan variasi ini terkait secara sistematik dengan self-concept dari individu. Sebuah hipotesis prori yang beralasan bahwa semakin maskulin laki-laki dan semakin maskulin perempuan akan memegang kepercayaan secara relatif akan peran sex yang bersifat tradisional, sedangkan orang yang lebih androgynous, dari kedua sex, secara relatif lebih egaliterIsu penting dalam psikologi androgin adalah pertanyaan tentang perbedaan self esteem individu dalam skor androgin.
Hasil penelitian menemukan bahwa jika dihadapkan dengan atribut positf dari maskulin atau feminin, orang yang mempunyai self esteem yang tinggi cenderung menyeleksi sejumlah besar atribut positif yang diasosiasikan dengan laki-laki maupun atribut yang diasosiasikan dengan perempuan dan inilah yang diklasifikasikan sebagai androgynous sedangkan orang dengan self esteem yang rendah cenderung hanya memilih sedikit dari atribut positif maskulin atau feminin sehingga digolongkan sebagai undifferentiated.
Penemuan lain membuktikan bahwa individu androgynous mempunyai self esteem yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu undifferentiated atau sex-differentiated khususnya individu dengan tipe feminin (Bem, 1997; Kelly & Worell, 1977; Spence et al,1975). Akan tetapi, ketika dihadapkan dengan atribut laki-laki dan perempaun yang keduanya mempunyai nilai positif dan negatif, self esteem individu androgynous akan menjadi berkurang.
Dengan penjelasan diatas dapat saya pahami bahwa gender adalah subuah konsep yang dijadikan pramater dalam mengidentifikasikan peran laki-laki dan perempuan yang didasarkan pada pengaruh sosial budaya masyarakat(sicial contruction) dengan tidak melihat jenis biologis secara aquality dan tidak menjadikannya sebagaialat pendeskriminasian salah satu pihak karena pertimbangan yang sifatnya biologis.
Istilah-istilah yang berhubungan dengan gender sebagai berikut:
a)      Gender typing adalah malabelkan seseorang lelaki dan perempuan.
b)      Gender stereotype adalah kenyakinan tentang antribut laki-laki dan perempuan.
c)      Gender identity adalah pengetahuan seseorang tentang dirinya lelaki atau perempuan.
d)     Gender bias adalah ketimbangan gender. Pemikiran tentang bagaimana memperlakukan jenis kelamin tertentu namun belum tentu sesuai dengan yang sesungguhnya. Misalnya: perempuan lemah, laki-laki kuat? Pada kenyataannya tidak semua perempuan lemah, dan tidak semuanya laki-laki kuat.
e)      Gender streamy adalah konsep-konsep penyadaran gender.
Peran jenis kelamin dibentuk :
      1. Pada masa tertentu
      2. Sesuai dengan tujuan tertentu
      3. Ada pengaruh:
§  Budaya atau tradisi
§  agama
§  Norma sosial yang dianut


DAFTAR PUSTAKA
Sarwono, sarlinto, wirawan. Psikologi social, rajawali press, Jakarta, 2002
Abu ahmadi, psikologi social, rineka cipta, Jakarta, 1999
Dzuhayatin, S.R. Agama dan Budaya Perempuan: Mempertanyakan Posisi perempuan  dalam Islam, pustak Belajar, Yogyakarta : 1997
Nauly, M. Perbandingan Peran jenis Kelamin dan Fear of Success pada Wanita Bekerja Suku Bangsa Batak, Jawa dan Minangkabau; Jakarta: 1993
Baron, Robert A, Byrne Donn, Psikologi Sosial, Jakarta, Erlangga, Jilid I, 2003
Ritzer, George. Teori sosiologi Modern, Jakarta. Prenada Media Group : 2004
Santrok, John W. Perkembangan masa hidup, Jakarta : Erlangga,1993