SELAMAT DATANG

DI PUSAT INFORMASI DAN KEGIATAN

ALUMNI PONPES SABILUL JANNAH

TIMBULUN

Cari Blog Ini

Rabu, 17 Agustus 2011

Kisah Teladan : KISAH SITI HAJAR DAN ISMAIL

KISAH SITI HAJAR DAN ISMAIL
Oleh : Nofrianto

Pengantar

Ini adalah kisah yang panjang dan alurnya mengalir jelas. Peristiwanya gambling, yang menceritakan tentang bapak kita Ismail bin Khalilullah Ibrahim ‘Alayhi Salam dan tentang ibu kita Hajar Ummu Ismail. Semua orang Arab adalah keturunan Ismail. Ada yang menyatakan bahwa sebagian orang Arab berasal dari asal-usul Arab kuno yang bukan anak keturunan Ismail. Ibu kita Hajar adalah wanita Mesir yang dihadiahkan oleh penguasa dzalim Mesir kepada Sarah dalam sebuah kisah yang akan disebutkan selanjutnya.

Manakala Ibrahim belum kunjung dikaruniai anak dari istrinya, Sarah, maka Sarah memberikan hamba sahayanya kepada Ibrahim untuk dinikahi dengan harapan bahwa darinya Allah akan memberi anak. Hajar pun hamil dan melahirkan Ismail di bumi yang penuh berkah, Palestina. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menceritakan kisah Hajar kepada kita, apa yang terjadi antara dia dengan Sarah dan bagaimana Allah memerintahkan Ibrahim agar pindah bersama Hajar dan Ismail ke belahan bumi termulia (Makkah).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menjelaskan kondisi tempat di mana Hajar dan putranya, Ismail, berdiam. Beliau menjelaskan kepada kita tentang Ibrahim yang meninggalkan keduanya di tempat yang sepi, tanpa makanan, minuman dan penduduk. Beliau juga menjelaskan apa yang terjadi dengan Hajar dan Ismail sepeninggal Ibrahim sampai akhirnya Ibrahim dan Ismail membangun Baitullah Al-Haram sebagai rumah pertama yang diletakkan untuk manusia.

Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Said bin Jubair yang berkata bahwa Ibnu Abbas berkata, "Wanita pertama yang membuat ikat pinggang adalah ibu Ismail. Hal itu ia lakukan agar dapat menutupi jejak kakinya dari Sarah. Kemudian Ibrahim membawa istri dan putranya, Ismail, yang masih disusuinya. Hingga akhirnya Ibrahim menempatkan keduanya di dekat Baitullah di sisi sebuah pohon besar di atas sumur Zamzam di bagian atas Masjidil Haram. Pada saat itu Makkah tidak berpenghuni seorang pun, dan tidak ada air. Beliau meninggalkan keduanya, juga meletakkan sebuah kantong berisi kurma dan kantong kulit berisi air.

Ketika Ibrahim melangkah pergi, Hajar menyusulnya seraya bertanya, "Wahai Ibrahim, ke mana engkau akan pergi? Apakah engkau akan meninggalkan kami di lembah yang tidak ada seorang manusia pun dan tidak ada sesuatu pun?" Hajar terus-menerus menanyakan hal itu, dan Ibrahim tidak menoleh kepadanya. Maka Hajar bertanya kembali, "Apakah Allah yang menyuruhmu melakukan ini?" Ibrahim menjawab, "Ya." Hajar pun berucap, "Kalau memang demikian, Dia tidak akan mengabaikan kami." Selanjutnya Hajar kembali. Ibrahim terus berjalan hingga ketika sampai di sebuah bukit di mana mereka tidak melihatnya, beliau menghadapkan wajahnya ke Baitullah, lalu berdoa dengan beberapa kalimat seraya mengangkat kedua tangannya dan mengucapkan,
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
"Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berikanlah rizki kepada mereka dari buah-buahan. Mudahmudahan mereka bersyukur." (QS. Ibrahim: 37)

Hajar menyusui Ismail dan meminum dari air yang berada di dalam kantong kulit. Air sudah habis, ia merasa kehausan, demikian pula putranya yang merengek-rengek kehausan. Ia pun pergi karena tidak tega melihatnya. Hingga ia menemukan Shafa, gunung yang paling dekat dengannya. Maka ia berdiri di atasnya, menghadap ke lembah sambil melihat-lihat adakah seseorang, tetapi dia tidak melihat seorang pun. Setelah turun dari Shafa, ia sampai di lembah, ia mengangkat ujung bajunya dan berusaha keras seperti orang yang berjuang mati-matian, hingga berhasil melewati lembah. Lalu dia mendatangi Marwah, berdiri di atasnya sembari melihat apakah ada seseorang yang dapat dilihatnya, tetapi dia tetap tidak melihat seorang pun. Dia melakukan hal itu sebanyak tujuh kali.

" Ibnu Abbas mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam berkata, "Karena hal inilah orang-orang melakukan sa'i di antara keduanya (Shafa dan Marwah)."

Ketika mendekati Marwah, ia mendengar sebuah suara. Ia pun berkata kepada dirinya, "Diam. Kemudian ia berusaha mendengar lagi hingga ia pun mendengarnya. Lalu ia berkata, "Engkau telah memperdengarkan. Adakah Engkau dapat menolong?" Tiba-tiba ia mendapatkan Malaikat di tempat sumber air Zamzam. Kemudian Malaikat itu menggali tanah dengan tumitnya -dalam riwayat lain, dengan sayapnya- hingga muncullah air. Ia membendung air dengan tangannya. Ia menciduk dan memasukkan air itu ke kantongnya. Air itu terus mengalir deras setelah ia menciduknya." Ibnu Abbas mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda, "Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada ibu Ismail, jika saja ia membiarkan Zamzam.” Atau beliau bersabda, ”Seandainya ia tidak menciduk airnya, niscaya Zamzam menjadi mata air yang mengalir." Lebih lanjut, Ibnu Abbas mengatakan bahwa kemudian ia meminum air itu dan menyusui anaknya. Lalu Malaikat berkata kepadanya, "Janganlah engkau khawatir akan disia-siakan, karena di sini terdapat sebuah rumah Allah yang akan dibangun oleh anak ini dan bapaknya. Dan sesungguhnya Allah tidak akan menelantarkan penduduknya."

Posisi rumah Allah itu terletak lebih tinggi dari permukaan bumi, seperti sebuah anak bukit yang diterpa banjir sehingga mengikis bagian kiri dan kanannya. Kondisi ibu Ismail terus seperti itu sampai sekelompok Bani Jurhum atau sebuah keluarga dari kalangan Bani Jurhum melewati mereka. Mereka datang melalui jalan Keda'. Kemudian mereka mendiami daerah Makkah yang paling bawah. Mereka melihat seekor burung berputar di angkasa, mereka berkata, "Burung itu pasti sedang mengitari air. Kita mengenal bahwa di lembah ini tidak ada air." Mereka pun mengutus satu atau dua orang. Ternyata utusan itu menemukan air. Lalu mereka
kembali dan memberitahukan perihal air tersebut. Maka mereka pun datang. Ibnu Abbas selanjutnya menceritakan, "Ibu Ismail ketika itu masih berada di sumber air tersebut. Maka mereka pun bertanya kepadanya, 'Apakah engkau mengizinkan kami
untuk singgah di sini?’ ’Ya, tetapi kalian tidak berhak atas air ini,’ jawab ibu Ismail. Mereka pun menyahut, ’Baiklah.’

Kemudian, lanjut Ibnu Abbas, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam pun bersabda, "Maka ibu Ismail menerima hal itu, karena ia memerlukan teman." Mereka pun singgah di sana dan mengirimkan utusan kepada keluarga mereka agar ikut dating dan menetap di sana bersama mereka. Hingga berdirilah beberapa rumah. Akhirnya sang bayi (Ismail) pun tumbuh besar dan belajar bahasa Arab dari mereka, serta menjadi orang yang paling dihargai dan dikagumi ketika menginjak usia remaja.
Setelah dewasa mereka menikahkannya dengan seorang wanita dari kalangan mereka. Setelah itu ibu Ismail meninggal dunia.

Setelah Ismail menikah, Ibrahim datang untuk mencari yang dulu ditinggalkannya, tetapi ia tidak menemukan Ismail di sana. Lalu Ibrahim menanyakan keberadaan Ismail kepada istrinya (menantu Ibrahim). Istri Ismail menjawab, "Ia sedang pergi mencari nafkah untuk kami." Kemudian Ibrahim menanyakan perihal kehidupan dan keadaan mereka, maka istrinya menjawab, "Kami berada dalam kondisi yang buruk. Kami hidup dalam kesusahan dan kesulitan." Ia mengeluh kepada Ibrahim. Ibrahim pun berpesan, "Jika suamimu datang, sampaikan salamku kepadanya dan katakana kepadanya agar mengubah palang pintunya." Ketika Ismail datang, seolah-olah ia merasakan sesuatu, kemudian ia bertanya, "Apakah ada orang yang datang mengunjungimu?" "Ya, kami didatangi seorang yang sudah tua, begini dan begitu, lalu ia menanyakan kepada kami mengenai dirimu, dan aku memberitahukannya. Selain itu, ia pun menanyakan ihwal kehidupan kita di sini, maka aku pun menjawab bahwa kita hidup dalam kesulitan dan kesusahan," jawab istrinya. "Apakah ia berpesan sesuatu kepadamu?" tanya Ismail. Istrinya menjawab, "Ia menitipkan salam kepadaku untuk aku sampaikan kepadamu dan menyuruhmu agar mengubah palang pintu rumahmu." Ismail pun berujar, "Ia adalah ayahku. Ia menyuruhku untuk menceraikanmu. Karenanya, kembalilah engkau kepada keluargamu." Maka Ismail menceraikannya, lalu mengawini wanita lain dari Bani Jurhum. Ibrahim tidak mengunjungi mereka selama beberapa waktu.

Setelah itu Ibrahim mendatanginya, namun ia tidak juga mendapatinya. Kemudian ia menemui istrinya dan menanyakan perihal keadaan Ismail. Maka istrinya menjawab, "Ia sedang pergi mencari nafkah untuk kami." "Bagaimana keadaan dan kehidupan kalian?" tanya Ibrahim. Istri Ismail menjawab, "Kami baik-baik saja dan berkecukupan." Seraya memuji (bersyukur kepada) Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kemudian Ibrahim bertanya, "Apa yang kalian makan?" Istri Ismail menjawab, "Kami memakan daging." "Apa yang kalian minum?" lanjut Ibrahim. Istri Ismail menjawab, "Air." Kemudian Ibrahim berdoa, "Ya Allah, berkatilah mereka pada daging dan air." Selanjutnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda, "Pada saat itu mereka belum mempunyai makanan berupa biji-bijian. Seandainya mereka memilikinya, niscaya Ibrahim akan mendoakannya supaya mereka diberikan berkah pada biji-bijian itu." Lebih lanjut Ibnu Abbas berkata, "di luar Makkah, kedua jenis itu (daging dan air) bisa didapatkan dengan mudah, hanya saja keduanya tidak cocok (sebagai makanan pokok)." Ibrahim berpesan, "Jika suamimu datang, sampaikan salamku kepadanya dan suruh ia untuk memperkokoh palang pintunya." Ketika datang, Ismail bertanya, "Apakah ada orang yang dating mengunjungimu?" Istrinya menjawab, "Ya, ada orang tua yang berpenampilan sangat bagus –seraya memuji Ibrahim- dan ia menanyakan kepadaku perihal dirimu, lalu kuberitahukan.

Setelah itu ia menanyakan perihal kehidupan kita, maka aku menjawab bahwa kita baik-baik saja." "Apakah ia berpesan sesuatu hal kepadamu?" tanya Ismail. Istrinya menjawab, "Ya, ia menyampaikan salam kepadamu dan menyuruhmu agar memperkokoh palang pintumu." Lalu Ismail berkata, "Ia adalah ayahku. Engkaulah palang pintu yang dimaksud. Ia menyuruhku untuk tetap hidup rukun bersamamu."

Kemudian Ibrahim meninggalkan mereka selama beberapa waktu. Setelah itu ia datang kembali, ketika itu Ismail tengah meraut anak panah di bawah pohon besar dekat sumur Zamzam. Ketika melihatnya, Ismail bangkit. Keduanya melakukan apa yang biasa dilakukan oleh anak dengan ayahnya dan ayah dengan anaknya jika bertemu. Ibrahim berkata, "Wahai Ismail, sesungguhnya Allah memerintahkan sesuatu kepadaku." "Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan Tuhanmu itu," sahut Ismail. Ibrahim pun bertanya, "Apakah engkau akan membantuku?" "Aku pasti akan membantumu," jawab Ismail. Ibrahim bertutur, "Sesungguhnya Allah menyuruhku untuk membangun sebuah rumah di sini." Seraya menunjuk ke anak bukit kecil yang letaknya lebih tinggi dari sekelilingnya. Ibnu Abbas pun melanjutkan ceritanya bahwa pada saat itulah keduanya meninggikan pondasi Baitullah. Ismail mengangkat batu, sedang Ibrahim memasangnya. Ketika bangunan itu sudah tinggi, dia meletakkan sebongkah batu untuk dijadikan pijakannya. Ibrahim berdiri di atasnya sambil memasang batu, sementara Ismail menyodorkan batu-batu kepadanya. Keduanya  pun berdoa,
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ
"Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami). Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 127)

Ibnu Abbas meneruskan, bahwa keduanya terus membangun hingga menyelesaikan seluruh bangunan Baitullah. Keduanya berdoa,
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ

"Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami). Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 127)

Dalam riwayat lain dalam Shahih dari Said bin Jubair dari Ibnu Abbas berkata, "Ketika terjadi apa yang terjadi antara Ibrahim dan keluarganya, Ibrahim membawa pergi Ismail dan ibunya dan mereka membawa kantong air. Ibu Ismail minum air dari kantong itu dan menyusui anaknya, sampai Ibrahim tiba di Makkah. Lalu Ibrahim meletakkannya di bawah rindang pohon besar. Ibrahim pun meninggalkannya untuk pulang kepada keluarganya. Ibu Ismail menguntitnya. Sesampainya di Keda', ibu Ismail memanggilnya, "Wahai Ibrahim, kepada siapa kamu meninggalkan kami?" Ibrahim menjawab, "Kepada Allah." Ibu Ismail menjawab, "Aku rela dengan Allah." Ibnu Abbas meneruskan, "Lalu ibu Ismail kembali, meminum air itu dan menyusui anaknya. Manakala air telah habis, dia berkata, 'Sebaiknya aku pergi memeriksa sekeliling, mungkin ada orang lain di sekitar sini." Lalu ibu Ismail pergi. Dia naik ke bukit Shafa. Dia melihat-lihat apakah ada seseorang. Tetapi tak seorang pun yang dilihatnya. (Lalu dia turun) ketika sampai di lembah, dia berlari-lari kecil. Dia mendatangi Marwah. Dia melakukan hal itu sebanyak tujuh kali putaran. Kemudian ibu Ismail berkata, ’Sebaiknya aku kembali menengok anakku, apa yang dilakukannya?’ Ibu Ismail pulang menengok putranya, ternyata putranya masih dalam keadaan seperti semula. Dia mengerang-erang hampir mati kehausan, maka ibu Ismail tidak tenang karenanya. Ibu Ismail berkata, ’Sebaiknya aku pergi melihat-lihat mungkin ada seseorang.’ Lalu dia pergi dan naik ke bukit Shafa, dia melihat dan melihat, tetapi tidak seorang pun yang dilihatnya sampai dia menggenapkan menjadi tujuh kali (putaran). Kemudian ibu Ismail berkata, ’Sebaiknya aku kembali untuk melihat apa yang terjadi dengan anakku.’ Ternyata dia mendengar suara, dia berkata, ’Bantulah aku jika kamu membawa kebaikan.’ Ternyata dia adalah Jibril. Ibnu Abbas berkata, "Lalu Jibril mengisyaratkan dengan tumitnya begini. Dia menjejak bumi dengan tumitnya. Maka air memancar. Ibu Ismail terkagum-kagum, lalu dia menciduki air itu." Ibnu Abbas berkata bahwa Abul Qasim berkata, "Seandainya dia membiarkannya, niscaya air itu akan mengalir." Ibnu Abbas meneruskan, "Lalu ibu Ismail minum air itu dan menyusui anaknya."

Lanjut Ibnu Abbas, "Lalu sekelompok orang dari Jurhum melewati dasar lembah. Mereka melihat burung. Mereka terheran-heran seraya berkata, 'Burung itu pasti terbang di atas air.’ Mereka pun mengutus seorang utusan. Utusan itu melihat dan ternyata ada air. Lalu dia kembali dan menyampaikan hal itu kepada mereka. Maka mereka mendatanginya. Mereka bertanya, "Wahai Ibu Ismail, apakah engkau berkenan jika kami menyertaimu atau tinggal bersamamu?" Ismail beranjak dewasa dan menikah dengan seorang wanita dari mereka. Ibnu Abbas meneruskan, "Ibrahim ingin berkunjung. Dia berkata kepada keluarganya, 'Aku akan menengok anakku.’ Ibrahim datang, dia memberi salam dan berkata, ’Di mana Ismail?’ Istrinya menjawab, ’Pergi berburu.’ Ibrahim berkata, ’Jika dia pulang katakan kepadanya agar mengubah palang pintunya.’ Ketika Ismail datang, istrinya menyampaikan perihal kejadian yang baru dialaminya. Lalu Ismail berkata, "Kamulah orang yang dimaksud. Pulanglah kamu kepada keluargamu." Kemudian Ibrahim ingin berkunjung lagi. Dia berkata kepada keluarganya, ’Aku akan menengok anakku.’ Ibrahim pun dating dan bertanya, ’Di mana Ismail?’ Istrinya menjawab, ’Pergi
berburu.’ Istrinya melanjutkan, ’Singgahlah untuk makan dan minum.’ Ibrahim bertanya, ’Apakah makanan dan minuman kalian?’ Istri Ismail menjawab, ’Makanan kami adalah daging dan minuman kami adalah air.’ Ibrahim berkata, ’Ya Allah,
berkahilah mereka pada makanan dan minuman mereka.’

IbnuAbbas berkata bahwa Abul Qasim Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda, "Keberkahan dengan doa Ibrahim ‘Alayhi Salam." Ibnu Abbas melanjutkan, "Kemudian Ibrahim ingin berkunjung lagi. Dia berkata kepada keluarganya, 'Aku hendak menengok anakku.’ Ibrahim datang pada saat Ismail sedang meraut anak panah di belakang Zamzam. Ibrahim berkata, ’Wahai Ismail, sesungguhnya Tuhanmu memerintahkan kepadaku agar aku membangun rumah untuk-Nya.’ Ismail menjawab, ’Taatilah perintah Tuhanmu.’ Ibrahim berkata, ’Dia telah memerintahkanku agar kamu membantuku.’ Ismail menjawab, ’Kalau begitu akan aku lakukan.’ Atau sebagaimana yang dia katakan.

Ibnu Abbas berkata, "Lalu keduanya berdiri. Ibrahim membangun sementara Ismail menyodorkan batu kepadanya, dan keduanya berkata,
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ
"Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami). Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 127)


TAKHRIJ HADITS

Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih-nya di dalam Kitabul Anbiya’, bab 'Dan Allah mengangkat Ibrahim' (QS. An- Nisa: 125), 6/396, no. 3364. Hafizh Ibnu Hajar telah menjelaskan jalan-jalan periwayatannya dan imam-imam yang meriwayatkannya dalam Fathul Bari, 6/399. Ucapan Ibnu Abbas di dalam hadits ini menunjukkan bahwa dia mengangkatnya (menisbatkannya) kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Kalaupun Ibnu Abbas tidak mendengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam secara langsung, itu berarti dia mendengar dari sahabat lain. Maka hadits ini termasuk mursal sahabi (hadits yang diriwayatkan oleh sahabat yang tidak dia saksikan atau dengar sendiri dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam). Para ulama telah sepakat bahwa mursal sahabi tetap sah bila dijadikan sebagaidalil.


PENJELASAN HADITS

Di dalam hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menyampaikan kepada kita tentang kisah bapak kita, Ismail, dan ibunya, Hajar, yang tinggal di tanah suci Makkah. Keduanya adalah orang pertama yang tinggal di sana. Tempat keduanya tinggal adalah belahan bumi tersuci di muka bumi ini, yang terdapat Baitul Haram. Di sanalah kaum muslimin berhaji. Di sanalah mereka menghadap dalam shalat. Di sanalah wahyu turun kepada Ismail dan orang setelahnya, yaitu Rasul termulia Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Salam.

Penyebab keluarnya Hajar dari Palestina ke Makkah adalah persoalan yang terjadi antara Hajar dan Sarah setelah Hajar melahirkan Ismail. Hajar terpaksa menjauh dari Sarah manakala dirinya tidak merasa aman di sisinya, sebagaimana hal itu diisyaratkan oleh hadits. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menyampaikan kepada kita bahwa dalam kepergiannya Hajar menyeret bajunya di belakangnya untuk menghapus jejak kakinya agar Sarah tidak mengetahui ke mana dia pergi. Dan Allah memerintahkan Ibrahim agar memindahkan Hajar dan putranya ke Baitullah, tempat jauh yang tidak bisa dijangkau oleh kendaraan kecuali dengan kelelahan jiwa. Ini adalah perkara yang mungkin sulit dan berat bagi Ibrahim yang sudah tua, yang diberi anak Ismail dalam usia lanjut.

Perkaranya bertambah sulit manakala Ibrahim meletakkan belahan jiwanya dan ibunya di tempat yang sepi tanpa air, tanpa makanan dan tanpa penduduk. Akan tetapi Allah memiliki hikmah yang mendalam. Walaupun secara lahir perkara itu sulit dan berat, akan tetapi ia banyak memuat rahmat dan kebaikan. Dan kita melihat rahmat dan kebaikan ini pada hari ini secara jelas dan gamblang. Dengan didiami oleh Ismail, daerah itu tumbuh menjadi sebuah kota tempat dibangunnya Baitullah yang banyak direalisasikan ibadah-ibadah, syiar-syiar dan segala kebaikan. Dengannya Ibrahim dan Ismail memperoleh pahala dan balasan yang tidak diketahui kecuali oleh Allah.

Itu adalah karunia Allah yang Dia berikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah adalah Pemilik karunia yang besar. Ibrahim membawa anak kecil, Ismail, dan ibunya dari tanah yang penuh berkah dengan udaranya yang sejuk, kebunnya yang hijau, airnya yang mengalir ke lembah itu, dan kemudian meletakkan keduanya di bawah pohon. Lalu dia meninggalkannya tanpa berpikir untuk membangunkan rumah sebagai tempat berlindung keduanya. Dia juga tidak mencarikan orang-orang yang bersedia tinggal di sisinya untukmelindunginya dari ancaman para begal atau serangan binatang buas. Allah telah memerintahkan Ibrahim agar meninggalkan keduanya di lembah itu, maka dia pun melakukan seperti yang Allah perintahkan kepadanya. Dia menyerahkan keduanya kepada Allah, karena Dialah yang memerintahkannya untuk melakukan itu.

Tentunya, Dia mampu melindungi keduanya, memberi makan dan minum kepada keduanya, serta menghibur keterasingan keduanya. Ibrahim tidak mempedulikan protes Hajar yang membuntutinya. Hajar berkata, "Engkau membiarkan kami dan pergi begitu saja?" Hajar mengulang itu berkali-kali, sementara Ibrahim tidak meladeninya. Ini adalah perintah Allah, dan perintah Allah tidak boleh dibantah. Inilah Islam di mana Ibrahim membawa dirinya kepadanya. "Ketika Tuhannya berfirman kepadanya, 'Tunduk patuhlah!' Ibrahim menjawab,
أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
“Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam." (QS. Al-Baqarah: 131)

Manakala Hajar merasa gagal mengorek jawaban, dia berkata, "Apakah Allah yang memerintahkanmu untuk melakukan ini?" Ibrahim menjawab, "Ya." Pada saat itu tenanglah hati dan jiwa Hajar. Seorang mukmin mengetahui bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan orang yang menjawab perintah-Nya dan mewujudkan keinginan-Nya.

Ibrahim terus berjalan pulang. Ketika sampai di Tsaniyah dan tidak terlihat oleh Hajar, dia berhenti menghadap ke arah Baitullah, mengangkat kedua tangannya ke langit dan berbisik kepada Tuhannya,
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
"Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rizkilah mereka dari bauh-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur." (QS. Ibrahim: 37).

Allah telah mengabulkan doanya dan merealisasikan harapannya. Ibu Ismail tinggal selama berhari-hari. Dia minum dari kantong air yang ditinggalkan oleh Ibrahim untuknya dan makan kurma serta menyusui putranya. Akan tetapi kurma dan air itu cepat habis. Ibu Ismail haus dan lapar. Anaknya pun ikut lapar dan
haus bersamaan dengan lapar hausnya ibunya. Dia bergulingKisah-
Kisah Shahih Para Nabi 1
52
guling karena kehausan. Ibu Ismail tidak tega melihatnya.
Kondisi itu mendorongnya untuk mencari sesuatu yang bisa
menghapus rasa hausnya dan menghidupi dirinya.
Ibu Ismail melihat Shafa, bukit paling dekat dengannya. Jika
seseorang ingin mengetahui apa yang ada di sekelilingnya,
maka dia akan naik ke tempat yang tinggi agar bisa leluasa
memandang dan mencari apa yang dia inginkan.
Ibu Ismail naik ke Shafa. Dia memandang dengan cermat. Tak
seorang pun terlihat. Maka dia turun ke lembah untuk menuju
bukit lain yang dekat, yaitu Marwah. Dia naik ke Marwah. Dia
melihat seperti yang dia lakukan di bukit Shafa. Tak ada yang
membantunya, tak ada yang menolongnya. Begitulah dia
mondar-mandir di antara Shafa dan Marwah sampai tujuh kali.
Pada saat dia mondar-mandir itu, dia menyempatkan diri
menengok anaknya, untuk menghilangkan rasa cemas dan
mengetahui keadaannya. Kemudian dia meneruskan mondarmandir.
Inilah sa'i pertama di antara bukit Shafa dan Marwah.
Dan sa'i yang pertama kali dilakukan oleh Hajar ini menjadi
salah satu syiar ibadah haji dan umrah. "Sesungguhnya Shafa
dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah. Maka barangsiapa
yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada
dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya." (QS. Al-
Baqarah: 158)
Setelah putaran ketujuh dia mendengar suara. Dia
mencermatinya. Dia berkata kepada dirinya, "Diamlah."
Kisah-Kisah Shahih Para Nabi 1
53
Sepertinya dia ingin agar bisa mendengar sejauh mungkin.
Ternyata suara itu terdengar oleh telinganya untuk kedua
kalinya. Dia berkata kepada sumber suara itu, "Aku telah
mendengar suaramu, jika kamu berkenan untuk menolong." Dia
meneliti sumber suara itu. Dia melihat, ternyata suara itu
berasal dari putranya. Ternyata Malaikat Allah, Jibril, sedang
memukulkan tumitnya atau sayapnya ke tanah di tempat
Zamzam. Air pun memancar.
Ibu Ismail telah mencari air dari atas bukit-bukit yang tinggi,
lalu Allah mengeluarkan air untuknya dari bawah kaki putranya
yang masih bayi. Tentu kebahagiaan ibu Ismail sangatlah besar
sekali. Tidak ada air, itu berarti kematian untuknya dan
putranya. Memancarnya air adalah kehidupannya dan kehidupan
putranya beserta kehidupan lembah di mana dia tinggal.
Menurut pengamatanku, Jibril menjelma dalam bentuk seorang
laki-laki, sehingga Hajar melihatnya dan berbicara kepadanya
dan dia pun berbicara kepada Hajar. Sebagaimana Jibril juga
pernah menjelma menjadi seorang laki-laki pada masa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam dan dilihat oleh para
sahabat, dan mereka pun mendengarkan ucapannya. Hal ini
berdasarkan kepada bukti bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa Salam tidak pernah melihat Jibril dalam bentuk aslinya
seperti yang diciptakan oleh Allah kecuali dua kali. Pada kali
pertama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam sangat
ketakutan.
Kisah-Kisah Shahih Para Nabi 1
54
Ibu Ismail, karena didorong oleh insting untuk mengumpulkan
air dan menjaga persediaannya sebanyak mungkin, maka dia
membendung air itu hingga dia bisa mengisi kantong airnya.
Seandainya dia membiarkannya mengalir dan berjalan, niscaya
ia akan menjadi mata air yang mengalir. Tentang hal ini
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda, "Semoga Allah
memberi rahmat kepada ibu Ismail. Seandainya dia membiarkan
Zamzam” –atau beliau bersabda, "Tidak menciduk air-” niscaya
zamzam menjadi mata air yang mengalir."
Allah memberikan air kepada ibu Ismail untuk menghapus
dahaganya, dan air susunya kembali menetes. Dia pun bisa
menyusui putranya. Malaikat menenangkannya, "Jangan takut
terlantar." Malaikat menyampaikan berita gembira kepadanya,
bahwa bayinya akan membangun Baitullah bersama ayahnya
dan bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan keluarganya.
Allah menyempurnakan nikmat kepada Ismail dan ibunya. Maka
datanglah orang-orang ke lembah itu untuk menetap. Ibu dan
Ismail pun mulai kerasan. Keterasingan sedikit demi sedikit
mulai lenyap. Sekelompok orang dari suku Jurhum melewati
daerah di dekat mereka. Mereka singgah di Makkah bagian
bawah. Mereka melihat seekor burung berputar-putar di udara.
Mereka mengetahui bahwa berputar-putarnya burung itu tidak
lain karena di daerah itu terdapat air. Karena jika tidak ada air,
maka burung itu akan terus berlalu dan tidak berhenti. Burung
yang berputar-putar di udara seperti yang mereka saksikan itu
Kisah-Kisah Shahih Para Nabi 1
55
adalah burung yang mengitari air dan mendatanginya. Hanya
saja, mereka tetap meragukan perkiraan mereka sendiri, karena
mereka mengenal betul daerah tersebut, sebuah lembah tanpa
air dan tanpa penghuni. Untuk memastikannya, mereka
mengutus seseorang dari kalangan mereka. Utusan itu kembali
dengan menyampaikan apa yang dilihatnya kepada mereka.
Mereka pergi kepada ibu Ismail. Dengan mata kepala mereka
sendiri, mereka melihat air yang memancar dari bebatuan.
Mereka takjub dan meminta ibu Ismail agar mengizinkan
mereka untuk tinggal bersamanya. Ibu Ismail setuju, dengan
syarat bahwa mereka tidak berhak terhadap air. Mereka hanya
boleh minum. Mata air tetap menjadi hak ibu dan Ismail. Maka
mereka mendatangkan keluarga mereka dan tinggal bersama
ibu Ismail.
Ismail tumbuh dengan baik menjadi seorang pemuda di
lingkungan itu. Seorang pemuda yang giat lagi rajin, diimbangi
oleh akhlak mulia dan sifat-sifat luhur. Orang-orang yang tinggal
bersamanya menghormatinya dan mencintainya. Mereka
menikahkannya dengan gadis mereka.
Ibu Ismail meninggal setelah Ismail menjadi seorang pemuda,
dan dia pun tenang kepadanya. Kematian adalah akhir
kehidupan yang hidup. Lalu Ibrahim datang menengok anaknya.
Dia tidak menemukan Ismail di rumahnya. Ismail sedang keluar
mencari rizki untuk keluarganya. Istri Ismail mengeluhkan
kehidupannya. Manakala Ibrahim bertanya tentangnya, dia
Kisah-Kisah Shahih Para Nabi 1
56
memberitahukan bahwa mereka hidup dalam keadaan sulit dan
sengsara. Ibrahim meminta kepada istri Ismail agar
menyampaikan salamnya kepada Ismail dan berpesan
kepadanya agar dia merubah palang pintu rumahnya.
Istri Ismail tidak tahu bahwa bapak tua yang singgah padanya
adalah mertuanya. Dia juga tidak tahu jika pesannya yang
disampaikan kepada suaminya berisi perintah untuk
menceraikannya. Ismail mentaati pesan bapaknya, dan istrinya
ditalaknya.
Ibrahim melihat wanita tersebut tidak layak menjadi istri
seorang Nabi sekaligus Rasul yang disiapkan untuk memimpin
dan mengarahkan serta mendidik keluarga, anak-anaknya dan
orang-orang di sekitarnya. Istri yang memperpanjang keluhan
dan hobi ngedumel tidak mungkin menjadi penopang suami
yang memikul tugas-tugas besar.
Ketika Ibrahim kembali lagi, dia bertemu dengan seorang wanita
yang lain dari sebelumnya. Ibrahim rela putranya menikah
dengannya dan meminta anaknya agar mempertahankannya.
Ibrahim bertanya tentang kehidupan mereka. Istri Ismail
menjawab, "Segala puji bagi Allah, kami dalam kebaikan dan
kemudahan." Ibrahim bertanya tentang makanan dan minuman
mereka. Dia menjawab, "Daging dan air." Maka Ibrahim
mendoakan keberkahan kepada mereka pada daging dan air.
Seandainya mereka mempunyai biji-bijian yang mereka makan,
Kisah-Kisah Shahih Para Nabi 1
57
niscaya Ibrahim akan mendoakannya juga sebagaimana yang
disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menyampaikan bahwa di
antara keberkahan doa Ibrahim adalah, bahwa penduduk
Makkah tetap hidup sehat walau hanya makan daging dan
minum air. Padahal, selain mereka bisa berakibat celaka jika
hanya makan daging dan air saja.
Untuk ketiga kalinya Ibrahim datang mengunjungi anaknya dan
mencari tahu tentang beritanya. Ibrahim mendapatkannya di
rumah sedang duduk meraut anak panah di bawah pohon itu,
pohon di mana dulu Ibrahim meninggalkannya dengan ibunya
pada saat mereka datang pertama kali di tempat itu. Ismail
bangkit kepadanya. Keduanya melakukan apa yang biasa
dilakukan oleh ayah kepada anaknya dan anak kepada ayahnya
yang lama tidak bertemu. Mereka saling memberi salam,
berangkulan, berjabat tangan, dan lain sebagainya. Ibrahim
menyampaikan perintah Allah kepadanya, agar membangun
Baitul Haram dan bahwa Dia memerintahkan Ismail untuk
membantunya. Maka Ismail bersegera melaksanakan perintah
Allah. Ibrahim membangun Baitullah dengan bantuan Ismail.
Sambil membangun keduanya berdoa, "Ya Tuhan kami,
terimalah dari kami (amal kebaikan kami). Sesungguhnya
Engkau Maha Mendengar lagi Maha mengetahui." (QS. Al-
Baqarah: 127)
Kisah-Kisah Shahih Para Nabi 1
58
VERSI TAURAT5
Kisah ini terdapat di dalam Taurat. Akan tetapi, kamu tidak akan
mendapatkan penjelasan dan perincian seperti yang ada di
dalam hadits. Jika kamu membaca kisah Taurat dengan
kacamata hadits, maka kamu akan menemukan bagaimana
hadits membenarkan riwayat Taurat dan membongkar
penyelewengan dan penggubahan yang menimpa kisah ini
sepanjang masa.
Kisah ini tertulis dalam Ishah 16 dan Ishah 21 dalam Safar
Takwin. Nashnya adalah, "Saray istri Abram6 belum kunjung
melahirkan anak. Dia memiliki hamba sahaya dari Mesir
bernama Hajar. Saray berkata kepada Abram, "Tuhan belum
mengizinkanku untuk melahirkan. Menikahlah dengan hamba
sahayaku. Mudah-mudahan aku mempunyai anak darinya."
Abram mendengar ucapan Saray. Maka Saray, istri Abram,
mengambil hamba sahayanya, Hajar Al-Misriyah, setelah
sepuluh tahun berlalu sejak Abram tinggal di bumi Kan'an. Saray
memberikan Hajar kepada Abram, suaminya, agar
memperistrinya. Maka Abram melakukannya dan Hajar hamil.
5 Taurat adalah kitab yang diturunkan kepada Musa. Ia telah mengalami banyak
penyimpangan, dan sisa-sisanya terdapat di dalam kitab yang diberi nama Taurat di kitabkitab
lima yang pertama, yang dinamakan dengan nama syariat. Orang-orang Yahudi
yang menulisnya telah banyak melakukan penambahan dan semuanya mereka beri nama
Taurat dengan perselisihan di antara mereka, mana yang diterima dan mana yang ditolak.
6 Saray adalah nama Sarah sebelumnya, dan Abram adalah nama Ibrahim sebelumnya.
Taurat menyatakan bahwa pergantian kedua nama itu dengan perintah Allah.
Kisah-Kisah Shahih Para Nabi 1
59
Manakala Saray melihat Hajar hamil, dia merasa rendah di
depan matanya. Saray berkata kepada Abram, "Kedzalimanku
atasmu. Aku memberikan hamba sahayaku kepadamu. Ketika
aku melihatnya hamil, aku merasa rendah di matanya. Semoga
Allah memutuskan antara diriku dengan dirimu."
Abram berkata kepada Saray, "Itu dia hamba sahayamu di
tanganmu. Lakukanlah apa yang menurutmu baik di matamu."
Maka Saray menghinakannya dan Hajar minggat dari sisinya.
Malaikat Tuhan mendapatkan Hajar di tanah lapang di sebuah
mata air di jalan Syur. Malaikat bertanya, "Wahai Hajar hamba
sahaya Saray, dari mana kamu datang dan kemana kamu
pergi?" Hajar menjawab, "Aku minggat dari sisi majikanku,
Saray." Malaikat Tuhan berkata kepadanya, "Pulanglah kamu
kepada majikanmu dan tunduklah di bawah kekuasaannya."
Malaikat Tuhan berkata kepada Hajar, "Semoga keturunanmu
banyak hingga tidak terhitung." Malaikat Tuhan berkata
kepadanya, "Inilah kamu yang sekarang hamil. Kamu akan
melahirkan anak laki-laki. Kamu memanggil namanya Ismail.
Sesungguhnya Tuhan telah mendengar kesengsaraanmu.
Anakmu akan menjadi orang kuat. Tangannya di atas setiap
orang dan tangan setiap orang di atasnya, dan di depan seluruh
saudaranya, dia tenang."
Lalu Hajar memanggil nama Tuhan yang berbincang dengannya,
"Engkau adalah il Raay," karena dia berkata, "Apakah di sini
Kisah-Kisah Shahih Para Nabi 1
60
juga saya melihat setelah melihat, oleh karena itu sumurnya
diberi nama sumur kaum Raay, inilah sumur itu di antara Qadisy
dan Barid." Lalu Hajar melahirkan anak laki-laki Abram. Abram
memanggil anaknya yang dilahirkan oleh Hajar dengan nama
Ismail. Pada saat Hajar melahirkan Ismail, umur Abram adalah
86 tahun.
Dalam Ishah 21 dalam Safar Takwin tertulis:
"Sarah melihat putra Hajar Al-Misriyah sedang bergurau, Sarah
berkata kepada Ibrahim, 'Usirlah wanita itu dan anaknya, karena
putra wanita hamba sahaya itu tidak berhak atas warisan di
depan anakku Ishaq." Ucapan yang sangat buruk dalam
pandangan Ibrahim karena anaknya. Lalu Allah berfirman
kepada Ibrahim, "Jangan menjadi buruk di matamu hanya
karena anak laki-laki dan hamba sahayamu dalam segala
ucapan Sarah kepadamu. Dengarkanlah ucapannya, karena
kamu dianggap memiliki keturunan melalui Ishaq. Dan putra
hamba sahayamu itu akan Aku jadikan sebagai umat, karena dia
adalah keturunanmu."
Pada pagi harinya Ibrahim bersiap-siap. Dia membawa roti dan
kantong air lalu memberikannya kepada Hajar dengan
meletakkan keduanya di pundak Hajar yang menggendong anak
dan memerintahkannya pergi. Hajar pergi dan tersesat di
daratan sumur tujuh. Ketika air yang di kantong telah habis,
Hajar meninggalkan anaknya di bawah sebuah pohon. Hajar
menjauh dan duduk membelakanginya sejauh lemparan busur.
Kisah-Kisah Shahih Para Nabi 1
61
Dia berkata, "Aku tidak mau melihat kematian anak." Hajar
duduk membelakanginya dan menangis dengan keras. Lalu Allah
mendengar suara anaknya dan Malaikat Allah memanggil Hajar
dari langit. Dia berkata kepadanya, "Ada apa denganmu, wahai
Hajar? Jangan takut, karena Allah telah mendengar suara
anakmu seperti adanya. Bangkitlah, bawalah anakmu, kuatkan
tanganmu padanya, karena aku akan menjadikannya umat yang
besar." Dan Allah membuka kedua mata Hajar maka dia melihat
sumur air. Dia mendekatinya dan memenuhi kantongnya dengan
air dan memberi minum anaknya. Allah bersama anak itu,
hingga dia menjadi besar dan tinggal di daratan. Dia tumbuh
menjadi seorang pemanah. Dia tinggal di daratan Faran dan
ibunya menikahkannya dengan seorang wanita dari Mesir."
KOMENTAR MENYANGKUT KISAH DALAM
TAURAT
Ada beberapa poin dalam kisah ini yang benar karena sesuai
dengan pemberitaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam
dalam hadits yang kami sebutkan dan hadits-hadits lainnya. Di
antaranya, bahwa Sarah memberikan hamba sahayanya Hajar
kepada Ibrahim dengan harapan agar Ibrahim bisa memperoleh
anak darinya dan Hajar hamil setelah Ibrahim menikahinya;
bahwa Hajar menjadi percaya diri ketika dia hamil, sementara
majikannya menjadi turun pamornya di matanya; bahwa Sarah
Kisah-Kisah Shahih Para Nabi 1
62
marah terhadap Hajar yang kemudian minggat dari
hadapannya; bahwa Sarah meminta Ibrahim untuk mengusir
Hajar dan putranya, sehingga Ibrahim mengeluarkan Hajar ke
daratan dengan dibekali sedikit makanan dan kantong air;
bahwa Hajar bersedih ketika airnya habis; dan bahwa Malaikat
Tuhan turun dan menenangkannya serta memberitahukan
tempat air kepadanya.
Tidaklah benar apa yang disebutkan dalam kisah Taurat bahwa
Ibrahim memberi Hajar sekantong air dan makanan dan
memintanya membawanya, dan bahwa Hajar pergi tak tentu
arah di daratan tersebut. Yang benar adalah seperti yang
tercantum di dalam hadits, bahwa Ibrahim membawa sekantong
air dan tempat bekal berisi kurma dan dia meninggalkan Hajar
beserta anaknya di sebuah lembah tandus di Baitullah Al-Haram.
Apa yang disebutkan di dalam hadits tentang keadaan Hajar,
habisnya air, sa'i Hajar di antara Shafa dan Marwah, datangnya
Jibril yang memancarkan air, dan perincian-perincian lain
tidaklah disinggung dalam Taurat. Apa yang disebutkan dalam
Taurat tidaklah secermat dan sejelas seperti dalam hadits.
Tidak benar kalau Sarah menyuruh Ibrahim mengusir Ismail
ketika dia melihatnya bergurau, dan bahwa Sarah menolak
Ismail menjadi ahli waris bersama Ishaq anaknya. Karena, pada
saat Ismail dibawa oleh bapaknya ke Makkah, ia masih seorang
bayi yang menyusu dan belum sampai pada umur yang
Kisah-Kisah Shahih Para Nabi 1
63
memungkinkan untuk bergurau. Adapun Ishaq, dia pada saat itu
belum dilahirkan.
Apa yang disebutkan dalam Taurat bahwa Ibrahim menggauli
Hajar setelah sepuluh tahun dari tinggalnya di bumi Kan'an;
bahwa minggatnya Hajar dari Sarah adalah ke mata air di jalan
Syur, dan Malaikat meminta agar Hajar kembali kepada Sarah
dan patuh kepadanya; dan bahwa Ibrahim pada waktu Ismail
lahir berumur 86 tahun; semua itu Allah lebih mengetahui
kebenarannya.
PELAJARAN-PELAJARAN DAN FAEDAH-FAEDAH
HADITS
- Kisah ini mengandung banyak informasi dan fakta yang
tidak mungkin kita ketahui seandainya Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Salam tidak memberitahukannya kepada kita.
Informasi-informasi berharga tentang nenek moyang yang
mulia, tentang tumbuhnya kota suci, tentang pembangunan
Baitul Atiq, dan lain sebagainya.
- Ketaatan Ibrahim kepada perintah Allah agar membawa istri
dan anaknya ke tempat itu, walaupun perkaranya
sedemikian sulit atas dirinya. Seorang hamba bisa jadi
membenci sesuatu, sementara kebaikan tersimpan di
dalamnya; dan dia bisa jadi menyukai sesuatu, padahal itu
buruk baginya.
Kisah-Kisah Shahih Para Nabi 1
64
- Allah menjaga dan melindungi para walinya sebagaimana
Dia telah menjaga Hajar dan Ismail manakala Ibrahim
meninggalkannya di tempat itu.
- Berserah diri kepada perintah Allah tidak menafikan usaha
seorang hamba dalam perkara yang mengandung
kebaikannya. Hajar mencari sesuatu yang bisa menjaga
kelangsungan hidupnya dan hidup putranya, walaupun dia
berserah diri kepada perintah Allah.
- Kemampuan Allah mengeluarkan air dari batu yang tuli,
seperti Dia mengeluarkan air Zamzam.
- Perhatian dan nasihat bapak kepada anak tentang sesuatu
yang menurutnya baik bagi anaknya. Ibrahim selalu
mengunjungi anaknya untuk mengetahui kondisi dan
keadaannya dan mengarahkan kepada sesuatu yang baik
baginya.
- Ngedumel karena minimnya rizki dan sulitnya hidup bukan
termasuk akhlak orang-orang shalih. Ibrahim membenci
sifat ngedumel dari istri Ismail akan beratnya kehidupannya
bersama Ismail. Sebaliknya, sabar atas minimnya bekal dan
sikap syukur atas nikmat Allah termasuk akhlak orang-orang
shalih. Oleh karena itu, Ibrahim memuji istri Ismail yang
ridha dan bersyukur.
Kisah-Kisah Shahih Para Nabi 1
65
- Doa orang shalih agar makanan dan minuman menjadi
berkah, sebagaimana Ibrahim mendoakan daging dan air
bagi penduduk Makkah agar menjadi berkah.
- Menampakkan perasaan bahagia dan senang pada waktu
bertemu orang yang dicintai. Mengungkapkannya dengan
sikap seperti yang dilakukan oleh Ibrahim dan Ismail ketika
keduanya bertemu.
- Ismail adalah seorang pemanah yang mahir dan pemburu
yang ahli. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda
kepada sahabat-sahabatnya, "Wahai Bani Ismail, panahlah
karena bapak kalian adalah seorang pemanah."7
- Saling tolong menolong di antara anggota keluarga dalam
berbuat kebaikan, sebagaimana Ismail membantu bapaknya
membangun Ka'bah.
- Bakti Ismail kepada bapaknya. Dia taat kepada ayahnya
untuk menceraikan istri pertamanya dan menahan istri
keduanya. Jika ayah yang meminta mentalak istri dengan
pertimbangan-pertimbangan Islamiah seperti Ibrahim, maka
anak tidak boleh menolak.
- Ismail adalah bapak orang Arab Musta'ribah, yaitu Arab
Hejaz. Adapun kabilah–kabilah Himyar, yaitu Yaman, maka
mereka kembali kepada Qahthan. Orang-orang Arab
sebelum Ismail dikenal dengan sebutan orang Arab Aribah,
7 Diriwayatkan oleh Bukhari di beberapa tempat dalam Shahih-nya. Lihat no. 97 dan 3371.
Kisah-Kisah Shahih Para Nabi 1
66
dan mereka terdiri dari banyak kabilah. Di antara mereka
adalah Ad, Tsamud, Jurhum, Thasm, Jadis dan Qahthan.
Kebanyakan dari mereka telah binasa dan punah.8 Dalam
hadits shahih disebutkan bahwa Ismail adalah orang
pertama yang mengucapkan bahasa Arab dengan lisan yang
jelas ketika dia berumur empat belas tahun.9
- Koreksi Al-Qur'an dan hadits yang shahih terhadap
kesalahan dan penyimpangan Taurat.
8 Al-Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir, 1/120, 2/165.
9 Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menisbatkannya kepada Thabrani dan Dailami, dihasankan
oleh Ibnu Hajar, dan dishahihkan oleh Albani dalam Shahihul Jami', no. 2581.
Kisah-Kisah Shahih Para Nabi 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar